Ini Syarat Utama Ekspor Ikan Selain CPIB dan CBIB

Sariagri - Semakin ketatnya persyaratan ekspor ikan ke berbagai negara menjadikan standarisasi produk-produk perikanan wajib dilakukan. Dalam perikanan budi daya, Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) merupakan sertifikat keharusan bagi pelaku budidaya untuk menembus pasar ekspor.  Berangkat dari ketentuan tersebut, Program Studi S1-Akuakultur PSDKU Universitas Airlangga (Unair) mengundang Pengelola Statistik Perikanan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Dani Taufiq untuk sharing informasi terbaru seputar CPIB dan CBIB. Dalam pemaparannya, Dani Taufiq menjelaskan CPIB dan CBIB adalah proses produksi ikan dengan menjaga kualitas atau mutu ikan sehingga akan memberikan hasil panen yang layak untuk dikonsumsi, bebas dari kontaminasi. Dengan menerapkan CPIB dan CBIB pelaku budi daya bisa memperkecil risiko kegagalan, meningkatkan kepercayaan pelanggan dan mendapatkan jaminan ekspor. “Karena memang, untuk menembus pasar ekspor sendiri syaratnya adalah bebas kontaminan dan produk dapat tertelusur (traceable) hal ini dapat diperoleh dengan menerapkan CPIB dan CBIB dalam budidaya,” ungkap Dani Taufiq dalam keterangan resminya kepada Sariagri, Selasa (31/11). Lebih jauh alumni Akuakultur PSDKU Unair tersebut menjelaskan terdapat perbedaan dalam penerbitan sertifikat CPIB dan CBIB. Sertifikat CPIB hanya diterbitkan oleh Direktorat Perbenihan KKP sementara CBIB bisa dilakukan pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota. “Dari beberapa poin misalnya lokasi dan sumber air CPIB juga jauh lebih ketat, lokasi dan sumber air harus benar-benar terbebas dari limbah karena memang benih ini menjadi faktor pertama yang menentukan kualitas ikan yang dihasilkan,” jelasnya. Dani juga menerangkan dalam pengajuan sertifikat CPIB dan CBIB ada banyak syarat yang harus dipenuhi meliputi teknis, pakan, dan lingkungan. Dari segi teknis seperti lokasi harus terletak di daerah bebas banjir dan limbah, desain kolam yang harus mencegah terjadinya kontaminasi silang dan penggunaan bahan (obat, bahan kimia dan bahan biologi) yang sudah teregistrasi KKP. “Dan tak lupa penerapan biosekuriti serta IPAL, apabila ada tambak yang sudah bersertifikasi CBIB atau CPIB ternyata tidak menerapkan IPAL-nya, maka akan di skorsing pengurangan nilai dan akan ditindaklanjuti,” ujarnya. Dani juga menambahkan selain dari beberapa hal diatas, hal teknis yang krusial dalam CBIB dan CPIB adalah pencatatan atau perekaman. Data-data seperti penggunaan benih, pakan (asal, merek dan penggunaan), obat ikan, bahan kimia dan biologi, kualitas air, kejadian penyakit, panen serta distribusinya harus terekam. “Hal ini bertujuan untuk membuat produk bisa tertelusur, karena memang traceability produk adalah salah satu syarat produk dapat menembus pasar ekspor,” sambungnya. Dani menyebutkan untuk mengajukan sertifikat CBIB, sejumlah dokumen yang diperlukan antara lain SIUP/NIB, sertifikat Manajer Pengendali Mutu (MPM), data umum pendukung seperti struktur organisasi, daftar fasilitas dan SDM, SOP teknis dan daftar rekaman data. “Untuk mengajukannya unit budidaya harus memiliki MPM serta dokumen mutu (struktur organisasi, SPO dan data rekaman) dan juga sudah menerapkan CPIB atau CBIB minimal satu siklus produksi,” pungkasnya.  Video terkait:
http://dlvr.it/SDn0fq

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama